Gus Dur, in Memoriam

Early Year
Abdurrahman Wahid, born Abdurrahman ad-Dakhil Wahid also known as Gus Dur, was born on the fourth day of the eighth month of the Islamic calendar in 1940 in Jombang, East Java to Abdul Wahid Hasyim and Siti Solichah.
He was the firstborn out of his five siblings, and Wahid was born into a very prestigious family in the East Java Muslim community. His paternal grandfather, Hasyim Asy'ari was the founder of Nahdlatul Ulama (NU) while his maternal grandfather, Bisri Syansuri was the first Muslim educator to introduce classes for women.
In 1944, Wahid moved from Jombang to Jakarta where his father was involved with the Consultative Council of Indonesian Muslims (Masyumi), an organization established by the Imperial Japanese Army which occupied Indonesia at the time. After the Indonesian Declaration of Independence on 17 August 1945, Wahid moved back to Jombang and remained there during the fight for independence from the Netherlands during the Indonesian National Revolution. At the end of the war in 1949, Wahid moved to Jakarta as his father had received appointment as Minister of Religious Affairs. Wahid went about his education in Jakarta, going to KRIS Primary School before moving to Matraman Perwari Primary School. Wahid was also encouraged to read non-Muslim books, magazines, and newspapers by his father to further broaden his horizons.
In 1954, Wahid began Junior High School. That year, he failed to graduate to the next year and was forced to repeat. His mother then made the decision to send Wahid to Yogyakarta to continue his education. In 1957, after graduating from Junior High School, Wahid moved to Magelang to begin Muslim Education at Pesantren (Muslim School) Tegalrejo. He completed the pesantren's course in two years instead of the usual four. In 1959, Wahid moved back to Jombang to Pesantren Tambakberas. There, while continuing his own education, Wahid also received his first job as a teacher and later on as headmaster of a madrasah affiliated with the Pesantren. Wahid also found employment as a journalist for magazines such as Horizon and Majalah Budaya Jaya.

Achievement
"Gus Dur" is the inspiration behind the Wahid Institute, a Jakarta-based nonprofit organization led by his daughter Yenni Wahid. He also served as patron, member of the board of directors and senior advisor to LibForAll ("Liberty for All") Foundation, whose mission it is to reduce religious extremism and discredit terrorism worldwide. Among numerous other writings, he is the author of a seminal article published in the Wall Street Journal on December 30, 2005 ("Right Islam vs. Wrong Islam") in which he called on "people of good will of every faith and nation" to unite to defeat the ideology of religious hatred that underlies and animates terrorism. Wahid discussed his suspicions regarding the involvement of the Indonesian government and the TNI (Indonesia's armed forces) in the terrorist bombings on Bali, in an interview in the documentary Inside Indonesia's War on Terrorism which as aired by SBS Dateline on October 12, 2005.
In September 2006, Wahid said that he was ready to contest the 2009 Presidential Election. He confirmed this in March 2008, at a rally of his National Awakening Party (PKB) in Banjarmasin, South Kalimantan. "Gus Dur" and Justice Sandra Day O’Connor, former Justice of the US Supreme Courtstated their concerns about recent developments in Malaysia that seem aimed at defaming opposition leader Anwar Ibrahim and threatening him with imprisonment in a manner which is reminiscent of the campaign to defame him in 1998. They stated there are plausible motives for some to manufacture a false case against him. They also mentioned that Anwar last year brought evidence to a royal commission that enabled it to conclude that there had been improper influence exerted on judicial appointments and more recently he brought forward evidence against the current attorney-general and the current inspector-general of police for the perversion of justice in his own prosecution in 1998–1999.

Death
Wahid personally asked to be brought to visit Rembang (situated in Central Java) and Jombang despite his bad health condition. He had previously been admitted into a hospital just before he left Jakarta. During his visit, his health condition worsened and Wahid was admitted into one of the hospitals in Jombang on 24 December 2009. Following his return the next day, he was admitted into Cipto Mangunkusumo Hospital in Central Jakartain order to undergo a dialysis. He underwent dental surgery on 28 December after complaining of toothache. Wahid died on 30 December at approximately 6:45 p.m. local time (UTC+7) after his condition deteriorated because of complications from kidney disorders, heart disease and diabetes. President Susilo Bambang Yudhoyono visited the hospital prior to his death. The Government held a state funeral for Wahid on 31 December, and flags will be flown at half-staff for seven days. He was buried next to the graves of his grandfather and parents at his birthplace, Jombang, East Java.

| great Thanks to Wikipedia for Source

Huawei U1280

Ini mungkin adalah hape paling bagus, paling murah yang bisa saya temui.

Spesifikasi:

Display TFT 240 x 320 pixels 262K 2 Inch

Suport jaringan 3G

Video Call

GPRS

Bluetooth with A2DP

Kabel data mudah ditemukan. Mirip kabel data MP3 kebanyakan

Camera CMOS 2MP with 8x Digital Zoom

Secondary Camera 0.3 MP (camera inn)

3.5mm sound jack

Call records

Warranty 1-Year by Huawei


Lumayan, dengan harga Rp. 950rb saja bisa mendapat yang sebagus ini.

Dengan hape ini, kadang saya merasa berselancar di intenet seakan2 pake PC.�


Mengedit Source Code

Akhirnya bisa juga

Sepele sih,, pada tampilan sebelumnya, tab Menu di atas hanya berisi seperti gambar dibawah



Bandingkan dengan yang sekarang

(lebih manis bukan?)
Meskipun sepele, susah banget loh ini (buat saya terutama)

Coba lihat apa yang saya lakukan:
Saya edit Source Codenya
Begitu ketemu code seperti ini:



Maka ganti karakter # setelah “a href=” dengan menu2 dalam blog anda. Karena blog saya belum terklasifikasi dengan baik, maka saya masukkan saja alamat blog keluarga saya yaitu: http://super-abang.blogspot.com. Lalu teks “Link 1” yang diapit tag bisa diganti dengan nama link yang anda inginkan, pada blog ini saya ganti sub menu link 1 dengan nama “Keluarga”

Sehingga secara keseluruhan akan menjadi





Simple ya ternyata
Dari sini, saya rasa belajar bahasa html tidak mustahil dilakukan secara otodidak. Asal dilakukan dengan tekun dan sabar.

(iya gak ya??) ^^
Selamat mencoba bagi yang tertarik

BELAJAR MENULIS LAGI

WAJIB DIBACA OLEH MEREKA YANG LAMA BERHENTI MENULIS
*refleksi pribadi Syaifullah Affandi

LAGI?? Iya, belajar menulis lagi berarti, dulu seseorang (gantilah kata seseorang dengan saya, untuk mempertajam makna) telah berkawan dekat dengan dunia tulis menulis, namun tidak pada akhir-akhir ini. Menulis adalah kemampuan, menulis adalah angerah, bahkan menurut saya menulis adalah jati diri, sama seperti sidik jari. Jauh dari menulis sama artinya dengan mengubur jati diri.
Emang gampang menulis?!
Jawabannya bisa jadi gampang, bisa jadi susah tergantung orangnya dan tergantung master plan tulisannya.

Proses menulis adalah serangkaian tindakan mengeluarkan dan menangkap ide, lalu menyajikannya dalam bahasa yang acceptable.
Jika kita termasuk salah satu orang yang telah terjebak dalam pragmatisme hidup, jadi malas bergerak, sehingga ide-ide membeku tidak berkembang, maka akan kesulitan untuk (mulai) menulis (kembali).

Dalam tulisan ini, saya berusaha menyarikan kembali keluhan saya tentang menulis, karena sebenarnya saya pun masuk dalam kategori WAJIB BACA TULISAN INI. "Sambil menyelam minum es cendol" begitu ungkapannya. Sembari mengeluarkan kembali hambatan-hambatan menulis dalam diri saya, sembari mengajak teman2 yang sudah off lama dalam menulis, sekaligus mulai menghapus tutup yang menutupi jati diri.

Baiklah kita mulai, terlalu lama berhenti menulis menjadikan otak kita susah “berlari”
Berlari, berlari sebenarnya bukanlah kata yang tepat untuk menganalogikan jalan gerakan pikiran kita. Namun demi efisiensi, bolehlah saya gunakan, toh ungkapan aslinya enggak beda-beda jauh. Karena ungkapan yang tepat itu adalah “melaju diatas sepeda” sungguh tidak ekonomis ya?
Saat kita menulis, otak kita dipaksa bergerak maju sekencang mungkin menangkap semua ide dan gagasan yang hampir tumpah ruah. Dan di saat yang sama kita harus memunguti setiap tetesan ide tadi tanpa menjatuhkan barang setetespun.

Otak “melaju di atas sepeda”, itu istilahnya. Aih.. repot sekali,, tapi kali ini saya pakai ungkapan itu karena saya bermaksud hendak menjelaskannya. Seperti halnya melaju di atas sepeda, jika kita melambatkan kecepatan atau bahkan berhenti, maka coba bayangkan berapa besar usaha kita untuk memulai sehingga akhirnya kita dapat melaju dengan kecepatan seperti tadi?

(Sudah dibayangkan? Analogi yang tepat sekali bukan?)

Ini harus dibayangkan. Terutamabuat anda yang bisa naik sepeda. Mungkin ini adalah maksud mengapa sejak kecil saya selalu dinasihati oleh orang-orang tua zaman dulu, “Kalo mau pinter, belajarlah membaca, menulis, dan berhitung” “Tapi kalo kamu ingin menguasai ketiga kemampuan itu (membaca, menulis, dan berhitung) sekaligus, kamu cukup belajar naik sepeda.”

Ah!! baru setelah 20 tahun aku tahu alasannya!
(GedubrakKK!!! Boong banget !!)

Dan untuk teman-teman yang belum pandai naik sepeda, anda punya satu alasan dari nenek saya tadi untuk segera menguasai kemampuan tersebut.
(udah ngaku boong, masih diterusin !!)

Mari kita galakkan Belajar Naik Sepeda demi generasi yang pandai Membaca, Menulis, dan Berhitung.
(kapan selesai boongnya nih !!)

Memang berat. Bagaimana tidak ! saat menulis, kita seakan melawan beberapa gangguan yang sekaligus membantu proses menulis kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Siapa gangguan itu?
Mereka adalah gagasan kita sendiri, gagasan yang meledak-ledak terutama, malah akan membuat otak kita kelelahan. Dan tidak tanggung-tanggung, dia akan membuat kita kewalahan dengan "bantuan"-nya. Akhirnya kita menjadi lupa siapa musuh kita tadi. Oh iya, musuh kita tadi adalah gagasan yang meledak-ledak ya ?

Musuh berikutnya adalah lelahnya otak kita. Dominasi otak kanan yang cenderung tak terkendali dan susah diatur membuat tulisan kita tidak berpijak di bumi. Ngawang di atas awang-awang. Karena fitrahnya yang di atas awang, maka bentuknya menjadi liar, meloncat kesana kemari. Dan ini jelas enggak enak dibaca.

Tapi jangan dulu berprasangka buruk kepada otak kanan kita. Tanpa dia, tulisan akan jadi kaku, kita tidak bergairah, dan tulisan kita tidak menggairahkan. Mau kayak gitu?

Thanks god, alhamduliLah. Saya ingat, kita dianugerahi otak kiri.
Ini adalah bagian otak yang membantu kita berfikir perlahan, teratur, ritmik, dan terarah.
Hasil loncatan ide otak kanan kita akan diselesaikan oleh otak kiri kita tadi dengan manisnya. Lalu pertanyaannya, apakah proses itu dilakukan 2 tahap, atau sekali “hap”? Quantum Learning merumuskan hal tersebut dalam 2 tahap. Tapi saya yakin, setelah lancar kita menggunakan kemampuan tulis-menulis ini, kita bisa menulis dalam sekali tahap, sekali “hap”.

Selain gagasan kita, yang menghambat proses menulis adalah keluwesan hati kita. Semakin sering menulis, hati kita jadi semakin luwes. Tulisan pun jadi serasa mengalir, tanpa beban.
Tulisan yang mengalir, mungkin anda sering mendengar hal ini, dari guru bahasa Indonesia tentu saja, saat memberi tugas membuat karangan. Tapi mungkin anda melupakan satu hal, bahwa tulisan yang mengalir itu benar adanya. Bukan hanya kata-kata penyemangat yang klasik. Untuk membuktikan bahwa nasihat guru bahasa Indonesia anda benar adanya, lakukan sedikit tes berikut ini. Sebelum memulai proses menulis, bayangkan topik yang akan anda tulis, setelah itu, kumpulkan sebanyak-banyaknya ide, kumpulkan lagi dan lagi, kumpulkan terus dan terus, sampai anda merasa tidak ada lagi yang tersisa. Ingat, benar-benar tidak ada lagi yang tersisa. Kemudian bayangkan seolah-olah ide tadi berbaris dengan urut, tertib dan rapi (anda tidak perlu bingung harus bagaimana menggambarkan sosok ide tadi, cukup bayangkan sosok anak SD berbaris membawa buku sudah cukup). Lalu anda berada tepat di depan mereka membawa tongkat ajaib dan berkata. “mengalirlah….” “mengalirlah……” “mengalirlah….” Yakinlah dengan ucapan anda, dan bayangkan anak-anak SD tadi mengalir berjalan mengikuti anda. Satu persatu tanpa ada yang saling mendahului. Tanpa ada yang jatuh dan tercecer. Buka mata anda (kalo sebelumnya terpejam, mendramatisir) lalu tulislah secepat-cepatnya, segairah-gairahnya.

Bagaimana menurut anda? Masuk akal?
Saya sering berhasil dengan cara yang satu ini.
Sepertinya…

Nah, untuk menambah kelincahan dalam menulis anda, sering-seringlah menulis tulisan pribadi. Tulisan yang dibuat khusus untuk tidak dibaca orang lain. “Bukan untuk konsumsi publik” bahasa artis-nya. Tulisan inilah yang kan kita baca-baca dengan sering. Kita koreksi sedikit demi sedikit, sambil sesekali, kita tertawakan. Hahaha.

Musuh yang lain adalah kebiasaan-kebiasaan buruk kita saat menulis. Setidaknya ada 3 kebiasaan yang saya anggap paling buruk dalam menulis. Mereka adalah

1. Membaca-baca lagi tulisan yang kita buat
Ini adalah kebiasaan paling buruk. Sebab seketika kita berhasrat, (berhasrat saja) untuk melihat balik dan membaca tulisan yang tengah kita buat, maka otak kita akan berhenti berlari. Sayang sekali. Anda boleh saya membaca tulisan anda tadi, tapi itu setelah anda mengeluarkan semua ide anda dalam tulisan.

2. Berhenti menulis di saat sedang dalam posisi AHA!.
Posisi AHA! Adalah momen dimana kita telah sampai pada puncak semangat menulis, saat ide-ide kreatif mulai melimpah bertaburan (silakan cek di Quantum Leraning). Maka,, jangan hentikan!! Apapun yang terjadi meski godaan menyerang, gorengan ada di depan mata, bahkan atasan yang tiba-tiba datang dan menyuruh ini itu (seperti saat ini he3). Abaikan!! Ini adalah saat dimana hidup anda tergadai dengan tulisan anda, dan seluruh dunia sedang was was menanti tulisan yang anda buat. Jadi.. lupakan dulu yang lain.

3. Tergoda untuk menulis topik yang lain
Biasanya ini dialami oleh para pendekar tulis menulis. Karena di kepalanya (yang seukuran juga dengan kepala kita) tersimpan berjuta ide yang beragam. Jadi,, saya lewati aja deh..
Hohoho bercanda dinx.. enak aja dilewati. Begini, ini adalah hal yang positif pada dasarnya, namun bila hal ini terjadi terus menerus sepanjang penulisan kita, maka tulisan kita akan kehilangan arah, dan sedikit terpengaruhi oleh topik2 baru tadi. Hasilnya adalah tulisan yang tidak jelas kemana arahnya, dan pembaca yang kritis pasti dengan mudah akan menyadarinya. Bagi anda yang sering mengalaminya, dan anda merasa hal ini mengganggu sekaligus tidak ingin anda sia-siakan, cukup ambil sebatang pensil, tulis dalam secarik kertas, lalu lupakan. Lakukan hal ini setiap terjadi hal seperti di atas.

Ok,, mungkin cukup ini dulu. Dari saya, buat saya, buat kawan-kawan yang seperti saya. Mari hidupkan lagi kebiasan menulis kita, mari munculkan lagi jati diri kita.
“Sedikit berolah teori, lakukan saja aksimu !” kata teman sejawat saya. Karena negeri ini sudah penuh dengan teori tapi minim aplikasi. Jadi jangan menambah teori basa-basa lagi.
Sekaligus sebagai batas awal, yang membedakan saya yang dulu (enggan menulis) dengan saya yang sekarang dan nanti.
Sekaligus mengajak kembali teman-teman yang mencintai generasi ini untuk menggalakkan “Belajar Naik Sepeda” qqq

^^

underconstructions

guspul dan underconstructions

mudah ditebak.
Orang dengan panggilan GusPul mudah ditebak siapa nama aslinya.
pasti Syaiful.
ehm.. let me introduce. my name is syaifull. that's it.
and this blog is underconstructions.